TRANSRAKYAT.COM, ANDEGLANG – Sejumlah warga penggarap lahan sawah seluas 1 Hektare yakni Karsan, Aridam, Tarim dan Ujang warga Kampung Kramat RT 01 RW 01 desa Kramatmanik Kecamatan Angsana, mengaku mengelami kerugian secara moril dan materil. Menurut mereka, itu diduga akibat sejumlah preman yang melakukan pengrusakan terhadap lahan garapannya. Sejumlah Preman itu mengklaim telah mendapatkan surat kuasa dari pemilik lahan sawah di lokasi itu untuk menguasainya.
Kejadian pengrusakan pada Rabu (1/12/21) dini hari, dengan cara mencabut tanaman padi yang baru ditanam, akibat itu, ke empat penggarap lahan itu ditaksir mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah. Padahal sudah hampir sembilan tahun lamanya lahan tersebut digarap tanpa ada permasalahan sebelumnya.
Arsadi warga Kampung Cihideung Desa Angsana selaku pemilik lahan tersebut sebelum tanah tersebut dijual kepada ke tiga orang tersebut, dia mengaku telah membeli lahan sawah kepada Tarsan asal Kabupaten Lebak itu di tahun 2006 lalu, seluas Satu Hektare lebih. Prosesnya, Arsadi belum membayar secara lunas kepada Arsan, katanya, sambung Arsadi, pemilik lahan itu tidak kunjung ada kabar.
“Saya membeli lahan itu kepada Tarsan seluas 1 Hektare lebih, cuma pada saat itu betul bahwa saya belum melunasi sisanya kurang lebih sekitar 4 juta rupiah, kemudian Tarsan datang kembali ke saya. Namun kedatangannya ingin mengambil seluruh lahan tersebut, dan akhirnya dimusyawarahkan permasalahan tersebut di Kantor Kecamatan Angsana pada tahun 2017 lalu, dan ada kesimpulan bahwa sebagian lahan tersebut statusnya milik Tarsan, tapi kenapa pengrusakan dilakukan seluruh lahan,” ungkap Arsadi.
Arsadi juga menyangkan cara premanisme yang dilakukan oleh 10 orang tim dari kuasa Tarman Cs itu yang mengaku telah mendapatkan surat kuasa untuk menguasai lahan garapannya. Mestinya kata Arsadi, cara pengrusakan itu tidak harus dilakukan, apalagi ini negara hukum.
“Soal sengeketa tanah bisa diselesaikan dengan jalur hukum, bukan dengan cara membayar preman untuk mengrusak lahan kami, jelas kami sangat dirugikan, kenapa tidak menggunakan jalur hukum aja, biar jelas duduk permasalahannya,” ketus Arsadi.
Arsadi dan ke-tiga penggarap sawah itu berencana akan melaporkan pengrusakan yang dilakukan oleh sejumlah preman kepada pihaknya, dia juga mengharapkan pihaknya mendapatkan perlindungan hukum dari penegak hukum wilayah Polres Pandeglang, Polda Banten.
“Kami ingin mendapatkan perlindungan hukum dari APH serta turun tangan, dan kami berharap pelaku pengrusakan terhadap kami diproses secara hukum sesuai undang-undang yang berlaku di NKRI ini, lahan boleh sengketa pengrusakan tidak mesti dilakukan,” tegas Arsadi.
Arsadi juga menyebutkan bahwa dari ke Tiga penggarap, salah satunya telah memiliki bukti kepemilikan lahan yakni Akta Jual Beli (AJB) yang dikeluarkan oleh pemerintahan setempat, kalau seandainya lahan itu dianggap bermasalah sebelumnya tidak mungkin pemeriksaan mengeluarkan surat tersebut.
“Saya yakin pemerintahan setempat juga pasti telah menganalisa terkait lahan tersebut, bahkan pihak pemerintah setempat mengeluarkan AJB di tahun 2018, artinya, tidak harus dirusak juga benih padinya, kasian, kan ada jalurnya,” tambah dia lagi.
Sarniti keluarga Karsan yang mengaku telah memiliki legalitas kepemilikan lahan yang dikeluarkan oleh pemerintahan setempat, dia mengatakan tidak terima atas perilaku preman melakukan pengrusakan dilahan garapannya.
” Saya tidak terima, lahan anak saya dirusak, padahal lahan itu sudah dibeli, bahkan Kades dan Camat juga tahu itu,” ucapnya dengan nada penuh harap adanya pertolongan dari aparat penegak hukum.
Sementara dari 10 Preman yang diduga melakukan pengrusakan pada lahan di lokasi itu saat dikonfirmasi awak media, Idris mengaku telah memiliki bukti bahwa lahan tersebut merupakan kepemilikan yang memberikan kuasa terhadap pihaknya.
“Saya menerima kuasa dari pemilik lahan untuk menguasai lahan ini, saya punya buktinya nanti kita buka bukti itu,” ujar Idris singkat.
(*Kit/ Red)