Hal senada dikemukakan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih. “Saya tidak paham cara bekerja Menteri Perdagangan yang terus mengubah kebijakan tanpa memikirkan output dan outcome yang jelas,” ujar pria yang akrab dipanggil Demer.
Menurut Demer perubahan kebijakan secara beruntun tidak hanya menyulitkan penerapannya di lapangan, tetapi juga berpotensi menyebabkan kerugian negara yang cukup signifikan.
“Bagaimana masyarakat tidak marah, sudah harga minyak goreng mahal, kebijakan berubah terus dan operasi pasar tidak berjalan dengan baik,” tukas Demer.
“Presiden dan Menko Ekonomi harus segera memanggil dan memberi teguran keras kepada Mendag” lanjutnya.
Demer menjelaskan bahwa blunder terbesar Mendag adalah kebijakan menghilangkan minyak goreng curah dipasaran dan memaksakan penjualan menggunakan kantong sederhana.
“Apa ini tidak dipikirkan secara benar dan matang? Minyak goreng curah adalah cara paling mudah mendistribusikan kepada masyarakat. Kalau produsen harus menggunakan proses packaging baru, kapan akan selesai masalah ini?,” jelasnya.
Kenaikan harga minyak goreng sejak tiga bulan lalu sebenarnya sudah di prediksi beberapa pihak karena harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah di pasar global terus meningkat dan selalu mencetak harga tertinggi sampai Februari ini. CPO merupakan bahan baku minyak goreng.
Beberapa media mengatakan kenaikan harga CPO— yang belum pernah terjadi sebelumnya— disebabkan oleh situasi pandemi yang mengacaukan jumlah permintaan dan pasokan. Perubahan iklim juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pasokan CPO.
[…] Baca Juga : LPEM FEB-UI Minta Mendag Turun Awasi Kelangkaan Minyak Goreng […]