Kepulauan Riau–Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Riau Gerry Yasid, SH menegaskan penerapan keadilan restoratif yang saat ini diterapkan Kejaksaan RI bertujuan untuk mewujudkan keadilan hukum yang humanis bagi masyarakat.
“Restorative Justice mewujudkan keadilan hukum yang memanusiakan manusia dengan menggunakan hati nurani. Sekaligus melawan stigma negatif yang tumbuh di masyarakat yaitu hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sehingga perkara-perkara yang sifatnya sepele atau ringan dapat diselesaikan di luar pengadilan dan tidak perlu dilimpahkan ke pengadilan,”kata
Kajati Kepri Gerry Yasid, SH, MH melalui Kasi Penkum Kejati Kepri Nixon Andreas Lubis, SH, M.Si saat kunjungan kerjanya
di Gedung Sri Srindit Ranai Kabupaten Natuna, Senin (27/06).
Menurut Gerry, penerapan RJ yang dilakukan oleh Kejaksaan mulai diterapkan sejak Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, melalui Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dihadapan Bupati Natuna, Wakil Bupati Natuna, Ketua DPRD Kabupaten Natuna, Gerry yang merupakan putra Daerah Provinsi Kepri kelahiran Desa Mentigi, Tanjung Uban Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau menegaskan penerapan keadilan restoratif dengan cara memediasi antara korban dan pelaku kejahatan dalam penyelesaian permasalahan memiliki tujuan utama pemulihan kerugian pada korban dan pengembalian pada keadaan semula.
“Lebih daripada itu, melalui RJ (Restorative Justice), stigma negatif atau labeling “orang salah” itu dihapuskan. Ia tidak akan diadili di depan umum dan diberi kesempatan untuk bertaubat atau berubah. Kalau dalam masa kesempatan itu diberikan, orang itu kembali mengulangi perbuatannya, maka dia siap untuk dipenjara,” jelasnya.
Menurut Gerry Yasid, penyelesaian perkara melalui RJ mendapat respon positif dari masyarakat. Hal itu dibuktikan sejak terbitnya Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, penerapan keadilan restoratif di tingkat kejaksaan relatif meningkat dengan banyaknya permintaan penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Meski demikian, sambungnya, untuk menghentikan penuntutan suatu perkara berdasarkan keadilan restoratif, pihaknya mensyaratkan aturan yakni Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun dan Tindak pidana dilakukan dengan barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp.2.500.000,-
Kemudian, telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka dengan cara, mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban, mengganti kerugian korban, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana,
“Dan telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka, masyarakat merespon positif,”tukasnya
Terkait kunkernya ke Kejari Natuna disambut Kajari Natuna Imam M.S Sidabutar, SH, MH gerry mengatakan kedatangannya mengunjungi Satuan Kerja Kejaksaan Negeri di jajarannya guna memberikan motivasi atau support dalam kinerja di daerah agar dapat maksimal.
“Kunjungan kerja itu juga bertujuan untuk secara langsung memantau kondisi sarana dan prasarana kantor juga kondisi pegawai dalam mendukung pelayanan yang prima kepada publik sebagai Aparat Penegak Hukum (APH),”ujarnya.
Gerry juga berpesan kepada Kajari Natuna Imam M.S Sidabutar, SH, MH agar turut serta menjalin sinergitas dengan pihak Pemerintah Kabupaten Natuna di bawah kepemimpinan Bupati Natuna, S.Sos, M.Si dan unsur Forkopimda Plus Kabupaten Natuna dalam melakukan pengawalan, pengamanan dan pendampingan hukum terhadap Proyek Pembangunan Strategis Pemerintah melalui Bidang Intelijen dan Perdata dan Tata Usaha Negara. (Red)
Komentar telah ditutup.