NTT – Kejaksaan Negeri (Kejari) SIKKA kembali melaksanakan penetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice). Kali ini tentang perkara tindak pidana Penganiayaan yang dilakukan oleh Tersangka berinisial PF, melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.
“Tersangka PF merupakan seorang petani Kabupaten Sikka, dengan gaji yang tidak menentu. PF marah karena meilihat Saksi YGF memasukkan mobil untuk mengangkut besi tua yang hendak dijual ke Kota Maumere melewati halaman rumah Saksi MT dan melewati jalan yang menurut Tersangka tidak boleh ada mobil yang masuk dengan membuat pembatas jalan menggunakan batako.”kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) SIKKA, Dr Fahmi usai ekspose permohonan restorative justice kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Dr. Fadil Zumhana, Rabu (20/7).
Selanjutnya kata Fahmi, tersangka PF berteriak dari samping rumah Saksi MT, dimana rumah Saksi MT bersebelahan langsung dengan rumah Tersangka dengan mengatakan “gio inan neran (setubuhi ibumu), kalau berani kau keluar sudah”.
Kemudian kata Fahmi, Mendengar hal tersebut, Saksi Maria Tince keluar dari dalam rumah dan menanyakan kepada Tersangka “ini ada apa?” dan Tersangka menjawab “Ini saya sudah palang pakai batako, nanti mobil masuk lagi e”, selanjutnya Saksi Maria Tince mengatakan “jangan maki saya kalau kau maki saya sama dengan kau maki kau punya istri, karena kita keluar sama-sama dari rahim mama” .
Setelah itu, kata Fahmi, Saksi Maria Tince mengatakan hal tersebut, Tersangka marah dan langsung mengangkat batako yang menjadi pembatas jalan menggunakan tangan kanan Tersangka dan mengayunkan tangan kanan Tersangka yang menggenggam batako tersebut ke arah Saksi MT kemudian Saksi MT menangkis menggunakan tangan kiri dan batako tersebut terlepas.
“Tersangka langsung mengayunkan tangan kirinya ke arah wajah Saksi MT dan mengenai bagian bibir kanan atas sampai di bagian pipi dekat hidung bawah.”tutur Fahmi.
Fahmi menjelaskan, bahwa pada tanggal 14 Juli 2022, dengan berpedoman pada Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Penuntut Umum selaku Fasilitator melakukan upaya perdamaian antara tersangka dan korban. Kemudian tersangka dan korban menyetujui untuk dilakukan upaya perdamaian.
“Selanjutnya dilakukan proses perdamaian yang akhirnya tercapai kesepakatan perdamaian tanpa syarat, berkat kebesaran hati korban yang telah ikhlas memaafkan tersangka.”ucap Fahmi menjelaskan.
Di tempat yang bersamaan, Kepala Seksi Intelijen Kejari SIKKA, R Ibrahim menyebutkan bahwa telah terpenuhinya syarat penghentian penuntutan dan memperhatikan respon positif dari masyarakat, Kepala Kejaksaan Negeri Sikka melakukan permohonan Restorative Justice kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, yang kemudian dilakukan Ekspose dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Setelah itu, permohonan Restorative Justice Kejaksaan Negeri Sikka disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana umum untuk Kedua kalinya. Kata Ibrahim, Dengan dihentikannya penuntutan Tersangka PF, maka Tersangka PF tidak perlu lagi menjalani proses Persidangan di Pengadilan Negeri.
“Penghentian Penuntutan ini dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Sikka, sejalan dengan salah satu dari 7 program Prioritas Jaksa Agung dan bertepatan dengan tema pada Hari Bhakti Adhyaksa ke-62 yaitu “Kepastian Hukum, Humanis menuju Pemulihan Ekonomi”.tutup Ibrahim.