Transrakyat.com Sungguh memalukan sikap dan perilaku oknum Jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Demi untuk membuat berkas perkara tahun 2021 agar segera Lengkap atau P-21, oknum Jaksa Kejari Jaksel diduga memeras Pelapor dengan meminta uang hingga Rp 500 juta.
Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof Dr Sanitiar Burhanuddin pun diminta segera menindak tegas oknum Jaksa yang diduga sudah berpraktek kotor sejak lama itu.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Perjuangan Rakyat (LBH Perjuangan Rakyat), Sandi Eben Ezer, mengungkapkan, pihaknya memperoleh informasi akurat dari seorang Pelapor berinisial BJ, bahwa oknum Jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), meminta uang kepada Pelapor berinisial BJ sebesar Rp 500 juta, agar berkas tersebut bisa dibuatkan Lengkap atau P-21.
Berkas perkara atas nama pelapor BJ itu adalah Tindak Pidana Penipuan dan atau Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 378 dan atau Pasal 372 KUHP, yang terjadi pada Sabtu, tanggal 10 Februari 2012, sekitar Pukul 12.00 WIB di Jalan Warung Jati Timur 09 D Lantai 3, Kelurahan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, dengan Tersangka atas nama Nana Sumarna, kelahiran Garut 5 Maret 1966, seorang karyawan swasta, yang beralamat di Sindang Palay, RT 001/RW 006, Desa Sindang Palay, Kecamatan Cibeureum, Sukabumi, Jawa Barat.
Terlapor Nana Sumarna ditetapkan sebagai Tersangka dengan Nomor B/03/I/2021/Sek.Pancoran, pada 06 Januari 2021.
Dari Polres Jakarta Selatan, kasus ini kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), di bawah Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum), Hafiz Kurniawan (yang merupakan salah seorang Jaksa yang menangani perkara Pembunuhan Berencana yang dilakukan bekas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo), dengan dua orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jaksel atas nama Fitani, SH., dan Wiwin, SH.
Sandi Eben Ezer membeberkan, dari penjelasan yang disampaikan Pelapor BJ, sekitar awal Mei 2024 ini, oknum Jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) berinisial F menghubungi Pelapor BJ via sambungan telepon seluler. Tujuannya untuk membahas rencana P-21 berkas atas nama Tersangka Nana Sumarna.
“Dalam pertemuan tertutup itu, oknum Jaksa F meminta Pelapor BJ menyediakan uang sebesar Rp 500 juta. Dengan kode ‘5 Kaca Mata’,” ujar Sandi Eben Ezer, kepada wartawan di Jakarta, Minggu (19/5/2024).
Pelapor BJ mencoba memperjelas kode ‘5 Kaca Mata’ yang disebutkan oknum Jaksa F. Jaksa F menyebutkan sekitar Rp 500 juta. Karena tak memiliki uang sebesar itu, Pelapor BJ meminta dan memohon diturunkan atau dikurangi jumlahnya.
“Ini langsung ke atas loh. Ya dikurangi berapa?” tanya oknum Jaksa F kepada Pelapor BJ.
“Setengahnya aja,” sahut Pelapor BJ.
“Baik, nanti saya sampaikan ke Pak Kasi Pidum,” ujar oknum Jaksa F.
“Tapi nanti uangnya berupa dollar (amerika) ya. Dan nanti ada yang jumpa Pak BJ. Bukan ke saya langsung. Nanti di info,” ujar oknum Jaksa F menjelaskan.
Keesokan harinya, seorang berinisial Aep, yang mengaku sebagai staf dari bidang Pidum Kejari Jaksel, menghubungi Pelapor BJ, untuk bertemu dan mau mengambil titipan yang sudah dikomunikasikan kepada oknum Jaksa F sebelumnya.
Pelapor BJ pun mendatangi tempat pertemuan, bersama seorang rekannya. Mereka bertemu Aep di sekitar mesjid di Kejari Jaksel. Begitu ketemu, pelapor BJ menyerahkan amplop, dan pergi.
Beberapa menit berselang, Aep menelepon Pelapor BJ. Memprotes bahwa jumlahnya uang yang diserahkan itu kurang.
“Saya baru punya seribu (dolar amerika). Nanti sisanya setelah P-21 keluar. Saya juga sudah sampaikan itu ke Jaksa F,” jawab Pelapor BJ.
Dikarenakan, tidak sesuai dengan kesepakatan awal yakni ‘5 Kaca Mata’, maka Aep disuruh lagi mengembalikan uang yang seribu dolar itu kepada Pelapor BJ. Nah, hingga kini, berkas itu pun tak kunjung P-21.
Sandi Eben Ezer meminta pihak pimpinan Kejaksaan, terutama dari Kejaksaan Agung, untuk memeriksa berkas yang di pingpong-pingpong oleh oknum Jaksa tersebut. Sekaligus, memeriksa dan menindak tegas oknum Jaksa yang meminta uang untuk membuat berkas perkara P-21 itu.
“Mesti diproses dan ditindak tegas itu oknum Jaksanya,” ujarnya.
Terkait perkara ini, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kasi Pidum), Hafiz Kurniawan, menyampaikan, di dalam berkas tersebut ada permintaan Ahli yang menyatakan perkara itu adalah perkara Perdata. Sehingga, pihak JPU masih meneliti apakah perkara itu masuk ke ranah pidana ataukah perdata.
“Secara prosedur itu ada ahli diberkas itu yang menyatakan bahwa itu kasus Perdata. Bukan pidana. Jadi ahlinya yang menyatakan Perdata,” tutur Hafiz Kurniawan, ketika dikonfirmasi wartawan, Minggu (19/5/2024).
Terkait adanya permintaan uang sebesar Rp 500 juta itu, Hafiz Kurniawan tidak berkenan memberikan tanggapannya.
“Itu murni karena prosedurnya bahwa ahli menyatakan itu perdata. Itu saja,” ujarnya.***