P.O Sianturi memiliki 11 anak, terdiri dari putra dan putri. L Boru Sianturi adalah putri yang tinggal di kampung, mengurusi orang tua dan peninggalan orang tua mereka, dari mulai sebelum PO Sianturi meninggal dunia hingga kini.
Semua anak-anak PO Sianturi sudah menikah dan berkeluarga di tanah perantauan, dan L Boru Sianturi sendiri yang masih tinggal di kampung. L Boru Sianturi menikah dengan B Butar-butar dan mereka tinggal di rumah peninggalan orang tua mereka itu, di Jalan Sisingamangaraja, Sumbul Pegagan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Sejak kedua orang tua mereka meninggal dunia beberapa tahun silam, sudah mulai muncul percakapan-percakapan di internal keluarga mereka untuk membagi harta warisan dan rumah peninggalan orang tua mereka.
Namun, dikarenakan ada yang sepakat dan ada yang tidak sepakat mengenai penjualan rumah peninggalan orang tua mereka, maka L Boru Sianturi dan keluarganya tetap dipersilakan tinggal di rumah itu dan merawat rumah itu.
Kini L Boru Sianturi dan B Butar-butar memiliki anak-anak yang masih SD. Mereka berjualan kue-kue di rumah itu, dan juga bekerja apa saja, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Sekitar bulan Maret 2024 lalu, salah seorang saudara laki-laki mereka yakni JER (Jerry Sianturi), datang dan memasang plang di depan rumah peninggalan orang tua mereka yang kini masih ditempati adik perempuannya, L Boru Sianturi dan keluarganya.
Pemasangan plang berisi informasi bahwa rumah itu adalah milik Jerry Sianturi, dan setiap orang yang ada di dalam lingkungan rumah itu adalah penghuni ilegal.
JER juga menegaskan bahwa rumah peninggalan orang tua mereka itu akan dijual kepada pihak lain, yakni kepada seseorang yang masih salah seorang kerabat, yang memiliki menantu seorang pengacara berinisial FS.
Dikarenakan belum ada kesepakatan yang jelas mengenai keberadaan rumah peninggalan orang tua mereka itu, maka L Boru Sianturi yang ditinggal di rumah itu meminta kepada suaminya yakni B Butar-butar dan seorang tetangga yang kebetulan sedang berada di sekitar tempat itu, MB (Mateus Barus), untuk mencopot dan menumbangkan plang yang dipasang secara sepihak oleh JER tersebut.
“Belum ada pembagian warisan dan peninggalan orang tua kami. Belum ada kesepakatan juga mengenai penjualan rumah peninggalan Bapak kami ini. Di antara kami anak-anaknya belum ada yang menyepakatinya,” ungkap L Boru Sianturi ketika dihubungi wartawan, Minggu (19/5/2024).
Justru, lanjut Boru Sianturi, apabila ada surat-surat atau akte notaris yang tiba-tiba ada mengenai jual beli rumah itu, maka patut dipertanyakan.
“Berarti pihak Ito JER yang membuat-buatnya dengan sengaja. Sedangkan, di antara kami anak-anak PO Sianturi belum pernah ada kesepakatan, dan belum dibuat para ahli warisnya,” ujar Boru Sianturi.
Dikarenakan plang yang dipasang JER di depan rumah itu telah dicopot, maka JER melaporkan hal itu ke Polsek Sumbul. Namun, pihak Polsek Sumbul menyarankan agar sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan saja. Sebab persoalan ini adalah persoalan warisan peninggalan orang tua mereka.
JER menyatakan akan mencabut laporannya di Polisi dengan syarat, L Boru Sianturi mencabut pernyataannya bahwa rumah itu belum disepakati untuk dijual. Dan meminta L Boru Sianturi untuk mengakui bahwa rumah itu kini sudah menjadi milik JER. Hal itu ditolak oleh L Boru Sianturi.
Dikarenakan tidak ada tindak lanjut atas laporan JER di Polsek Sumbul, maka JER menghubungi pengacara berinisial FS (yang merupakan menantu dari salah seorang kerabatnya). Kemudian, mereka melaporkan pengrusakan plang itu ke Polres Dairi di Sidikalang.
Diduga berkomplot dengan oknum penyidik (inisial marga P dan inisial ISH), JER dan pengacara FS, langsung meminta penyidik Polres Sidikalang Dairi segera ‘memenjarakan’ L Boru Sianturi dan suaminya B Butar-butar. Keduanya langsung dilakukan penahanan.
Mengetahui adik mereka dipenjarakan oleh saudara mereka sendiri yakni JER, dua orang kakak kandung L Boru Sianturi (C Boru Sianturi dan R Boru Sianturi), datang dari Jakarta, untuk pulang kampung demi membantu meluruskan persoalan yang terjadi.
L Boru Sianturi dilepas dari tahanan, tetapi tetap dengan status sebagai tahanan kota, dikarenakan L Boru Sianturi harus mengurus anak-anaknya yang masih kecil-kecil dan masih SD. Sedangkan suaminya, B Butar-butar tetap ditahan di dalam sel tahanan Polres Sidikalang Dairi.
“Kami diancam oleh polisinya yang marga P dan ISH. Kamu tahu kan siapa yang melaporkan kalian, dan kamu tahu siapa di belakang Si Pengacara FS? Makanya jangan macam-macam kalian. Jangan lapor-lapor, kalau enggak mau dipersulit nantinya,” tutur L Boru Sianturi menirukan penekanan yang dilakukan penyidik Polres Sidikalang Dairi (inisial marga P dan inisial ISH) kepada dirinya.
Selain itu, untuk biaya mengeluarkan L Boru Sianturi dari dalam sel tahanan Polres, dimintai sejumlah uang. Alasannya, agar bisa mengurus anak-anak di rumah.
Anehnya, dengan sangat cepat, berkas laporan JER terhadap L Boru Sianturi itu sudah langsung lengkap atau P-21, dan sudah dikirim ke pihak Kejaksaan Negeri Dairi (Kejari Dairi).
Hal yang mengenaskan kembali dialami L Boru Sianturi dan keluarganya, ketika penyidik Polres Sidikalang Dairi melakukan penyerahan berkas P-21 dan tahanan ke pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Dairi (Kejari Dairi).
Oknum Jaksa berinisial JS, menekan L Boru Sianturi, dengan menakut-nakuti akan dipersulit dan diperberat tuntutannya apabila pihak L Boru Sianturi melaporkan peristiwa ini kepada pers dan kepada petinggi Kejaksaan di Sumatera Utara dan di Kejaksaan Agung.
“Jangan dibocorkan kepada siapapun. Terutama kepada wartawan, jangan dikasih tahu,” ujar L Boru Sianturi menirukan tekanan oknum Jaksa inisial JS kepada dirinya.
“Tetapi jika pun tetap bocor dan dilaporkan, saya tidak takut. Saya tidak akan tersentuh. Saya salah seorang Jaksa terbaik yang pernah di Kejaksaan Agung. Saya akan hadapi jika saya dilaporkan, dan akan kupastikan kalian diperberat,” lanjut L Boru Sianturi menceritakan tekanan yang dilakukan oknum Jaksa Kejari Dairi berinisial JS itu.
Anehnya lagi, lanjut L Boru Sianturi, pada hari Minggu, 04 Mei 2024, kakak-kakaknya yang datang dari Jakarta, membawa anak-anaknya sekedar liburan ke Si Bea-Bea di Pulau Samosir, karena penat dan stres dikarenakan Ayah dan Ibu mereka ditahan di kantor polisi, akan tetapi pihak JER dan oknum Jaksa JS mengancam akan memperkarakan foto-foto yang diunggah di Facebook dan Grup WA keluarga mereka itu.
“Kami memang pergi menenangkan diri ke Si Bea-Bea di Pulau Samosir pada Hari Minggu, 04 Mei 2024. Dan foto-foto kami sedang di Si Bea-Bea dikirim di Grup WA keluarga, dan di-upload di Facebook. Tidak ada kata-kata atau kalimat yang berisi aneh-aneh di caption foto-foto itu. Namun, kok mereka (pihak JER dan oknum Jaksa JS) mempersoalkan foto-foto itu, dan kami diancam akan dilaporkan karena kejahatan pelanggaran Undang-Undang ITE? Sungguh mengada-ngada mereka itu bah,” ujarnya.
Perkara ini sudah disidangkan perdana di Pengadilan Negeri Sidikalang Dairi, pada hari Senin, 06 Mei 2024. Selanjutnya, sidang berikutnya akan digelar pada Senin, 20 Mei 2024 di Pengadilan Negeri Sidikalang Dairi.
Atas persoalan ini, praktisi hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Perjuangan Rakyat (LBH Perjuangan Rakyat), Sandi Eben Ezer, menyampaikan, praktik-praktik mencederai proses dan penegakan hukum sering kali terjadi dan dilakukan oleh oknum penyidik dan oknum Jaksa.
Karena itu, masing-masing institusi seperti Polri dan Kejaksaan, mesti menindak tegas oknum anak buahnya yang terbukti serong dalam proses-proses penegakan hukum.
“Ini adalah kasus yang entah keberapa ribu kali lagi terjadi kepada para Pencari Keadilan. Oknum penyidik polisi dan oknum Jaksa sering kali bermain dan melakukan praktik-praktik yang sangat mencederai penegakan hukum dan keadilan itu sendiri. Hal-hal seperti ini tak boleh dibiarkan. Harus ditindak tegas,” tutur Direktur Lembaga Bantuan Hukum Perjuangan Rakyat (LBH Perjuangan Rakyat), Sandi Eben Ezer, kepada wartawan, di Jakarta, Minggu (19/5/2024).
Selain meminta Kapolda Sumatera Utara, Kajati Sumut, Kapolri dan Jaksa Agung Burhanuddin di Jakarta untuk mengambil tindakan tegas para oknum polisi dan oknum Jaksa yang diduga sudah melakukan penyelewengan hukum dan dugaan kriminalisasi hukum kepada korban, maka masyarakat Pencari Keadilan juga harus berani bersuara dan melaporkan setiap pelanggaran hukum yang dilakukan oknum polisi dan atau oleh oknum Jaksa.
“Masyarakat jangan takut menyuarakan dan melaporkan praktek-praktek pelanggaran hukum yang dilakukan oknum polisi dan atau oleh oknum jaksa. Kasihan sekali masyarakat dijadikan bulan-bulanan dan dikorbankan atas sesuatu yang tidak dilakukannya,” tandas Sandi Eben Ezer.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dan tanggapan dari pihak Polisi dan pihak Kejaksaan. (Red)
Komentar telah ditutup.