Jakarta – Ada kabar gembira bagi Yayasan Trisakti versi Prof Dr Anak Agung Gde Agung. Di tingkat kasasi Mahkamah Agung, Yayasan yang telah mengelola kampus Universitas Trisakti sejak setengah abad itu menang melawan Yayasan Trisakti dadakan bikinan Nadiem Makarim. Mahkamah Agung memperkuat dua putusan sebelumnya di PTUN yang tertuang dalam Putusan Kasasi Nomor 292K/TUN/2024 tanggal 12 Agustus 2024 yang berbunyi “Menguatkan Putusan Bandung Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 250/2023/PT.TUan.JKT”
Kabar ini langsung direspons oleh pihak Yayasan Trisakti versi Kemendikbudristek yang telah diputuskan tidak sah.
Mengutip CNN Indonesia, Direktur Kelembagaan Dikti Kemendikbudristek yang juga Pembina Yayasan Trisakti berdasar Kepmen 330/P/2022, Lukman, mengatakan bahwa putusan tersebut tidak berpengaruh ke pelaksanaan pendidikan di Trisakti, apalagi jika sudah berstatus PTN-BH.
“Saat ini negara hadir untuk melindungi dan menjaga keberadaan 6 Satdik Trisakti dari segelintir oknum yang ingin menguasai untuk kepentingan pribadi, Trisakti sedang dipersiapkan menjadi PTN-BH sama halnya seperti UI, UGM, ITB dan lain-lain karena asetnya sudah menjadi milik negara,” katanya.
Merespons pernyataan Lukman, pembina yayasan yang sudah dilikuidasi Mahkamah Agung, Ketua Yayasan Trisakti yang dimenangkan Mahkamah Agung Franky Boyoh mengatakan bahwa Lukman berbicara mengatasnamakan yayasan ilegal.”Tak sepatutnya ia berbicara begitu, apalagi menuduh segelintir orang ingin menguasai untuk kepentingan pribadi. Kami mengelola Universitas Trisakti sejak tahun tahun 1957, sementara Lukman baru dua tahun yang kini sudah dibatalkan. Ngotot sekali ingin merebut Yayasan Trisakti,” tegasnya kepada wartawan, Jumat (16/08/2024) di Jakarta.
Ngototnya perubahan status Universitas Trisakti menjadi Universitas Negeri diduga kuat hanya keinginan Lukman dan sekelompok pejabat yang ingin punya kegiatan pasca pensiun. Terbaca dari susunan yayasan versi pemerintah, bahwa para pengurus yayasannya rata-rata hampir purna tugas. “Motifnya bukan membuat kampus lebih baik, akan tetapi hanya sebagai skoci bagi para pejabat yang minim pengetahuan mengelola kampus besar,” kata Franky.
Dugaan ini juga diperkuat oleh pernyataan Rocky Gerung bahwa perubahan kampus Universitas Trisakti menjadi PTN BH tidak menjamin perguruan tinggi ini akan lebih baik. “Jadi tak ada alasan pemerintah memaksakan diri mengubah Universitas Trisakti menjadi PTN BH,” katanya.
Franky menambahkan hasrat perubahan status PTS Trisakti ke PTN BH harus dihentikan pasca putusan MA yang menguatkan putusan PTUN bahwa pengurus yayasan versi pemerintah tidak sah karena dasar hukumnya ditolak oleh pengadilan PTUN hingga tingkat MA.
“Hentikan polemik Yayasan Trisakti, kita fokus mencerdaskan anak bangsa,” tegasnya.
Jika diadakan polling kata Franky, status PTN BH banyak tidak disukai mahasiswa lantaran berbiaya tinggi. Mahasiswa dan calon mahasiswa ingin status PTN seperti dulu tanpa embel-embel Berbadan Hukum yang dalam prakteknya banyak memberatkan mahasiswa.
Sementara Ketua Pembina Yayasan Trisakti Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung merasa lega lantaran kasus sengketa Yayasan Trisakti menang di tingkat kasasi Mahkamah Agung.
“Saya merasa lega, Mahkamah Agung akhirnya menolak kasasi yang diajukan pemerintah terhadap putusan PTUN yang telah memenangkan kami,” kata Anak Agung kepada wartawan di depan halaman kampus Universitas Trisakti Grogol, Jakarta Barat, Kamis (15/08/2024).
Anak Agung berharap pemerintah segera melakukan eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung agar pihaknya bisa berkantor kembali di kampus Universitas Trisakti. “Ini putusan final dan inkracht, maka secepatnya pemerintah mengeksekusi putusan tersebut, agar kami bisa menjalankan tugas- tugas pendidikan di kantor yang sudah kita pakai selama puluhan tahun,” paparnya.
Menurut Anak Agung, sejak Mendikbudristek Nadiem Makarim mengeluarkan “Surat Sakti”, Anak Agung dan pengurus Yayasan Trisakti lainnya harus hengkang dari kantornya. “Kini setelah pengadilan memutuskan “Surat Sakti” itu harus dicabut, maka pengurus Yayasan Trisakti versi Mendikbudristek tak punya kekuatan hukum dan harus hengkang dari kampus Trisakti,” paparnya.
Lebih jauh Anak Agung menegaskan bahwa hasrat Mendikbudristek memaksa Universitas Trisakti harus beralih status menjadi PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) harus dikubur dalam-dalam. “Tak ada dasar lagi Kemendikbudristek memaksa Universitas Trisakti menjadi PTN BH, karena dasar hukumnya tidak ada, dan kami pemilik yayasan tidak berminat,” tegasnya.
Sementara itu Nugraha Bratakusumah kuasa hukum Anak Agung Gde Agung menceritakan bahwa sebelumnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI, (Mendikbudristek), Nadiem
Makarim telah mengeluarkan Keputusan Mendikbudristek No. 330/P/2022 tentang Susunan
Keanggotaan Pembina Yayasan Trisakti tanggal 24 Agustus 2022, yang isinya mengangkat para pembina Yayasan Trisakti tanpa didasari rapat pembina
Yayasan Trisakti sesuai yang diatur dalam Pasal 28 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 16
tahun 2001 tentang Yayasan jo. Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Menurut Nugraha, para pembina yang diangkat oleh Mendikbudristek berdasarkan Kepmen 330/P/2022 telah mengubah Akta No. 22/2005 dan menghilangkan seluruh nama-nama pembina Yayasan Trisakti, termasuk salah satunya adalah Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung selaku Pembina Yayasan Trisakti menjadi Akta Nomor 03 tanggal 10 Februari 2023, yang dibuat oleh Notaris Andi Sona Ramadhini S.H M, Kn.
Selanjutnya seluruh pembina versi pemerintah menguasai seluruh Satuan Pendidikan Yayasan Trisakti dan berkantor di kampus Universitas Trisakti, Grogol.
Akibat dari kesewenang-wenangan ini, kata Nugraha, para pembina Yayasan Trisakti versi Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung, Prof. Dr. Hasyim Djalal dan Dr. Joseph Kristiadi melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk membatalkan Kepmen No. 330/P/2022 yang mengangkat Pembina versi Pemerintah.
Akhirnya Kepmen 330/P/2022 tersebut dinyatakan batal dan tidak sah berdasarkan putusan No. 407/G/2022/PTUN.JKT tanggal 16 Mei 2023. Di tingkat banding hingga kasasi Mahkamah Agung menetapkan putusan PTUN tersebut.
Adapun bunyi putusannya adalah sebagai berikut: (1) Mengabulkan gugatan para penggugat dalam pokok perkara untuk seluruhnya; (2). Menyatakan tidak sah Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor: 330/P/2022 tentang Susunan Keanggotaan Pembina Yayasan Trisakti Tanggal 24 Agustus 2022; (3). Mewajibkan tergugat mencabut Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor: 330/P/2022 Tentang Susunan
Keanggotaan Pembina Yayasan Trisakti; (4). Memerintahkan tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan berisi tentang
rehabilitasi atau pengakuan susunan anggota Dewan Pembina yang secara sah telah diangkat berdasarkan Akta Berita Rapat Yayasan Trisakti No. 22
tanggal 7 September 2005 yang dibuat di hadapan Notaris Sutjipto, S.H ke dalam status, kedudukan, harkat dan martabatnya semula sebagai Dewan Pembina Yayasan Trisakti.
Nugraha menegaskan bahwa dari setiap tingkatan pengadilan semuanya telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
Oleh karena itu kata Nugraha, para Pembina Yayasan Trisakti menghimbau agar Sdr. Lukman dan kawan-kawan untuk segera keluar dari Kantor Yayasan Trisakti yang berada di Universitas Trisakti Grogol dan tidak lagi melakukan segala kegiatan yang seolah-olah bertindak sebagai Pembina Yayasan Trisakti.
“Sdr. Lukman dkk wajib untuk menghormati dan tunduk atas
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Apalagi mereka adalah pejabat negara yang seharusnya memiliki integritas yang tinggi untuk tidak menggunakan “power”- nya sebagai pejabat negara mengambil alih Yayasan Trisakti secara melawan hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut Nugraha menegaskan bahwa atas putusan kasasi MA tersebut pihak Mendikbudristek tidak bisa melakukan upaya hukum lagi.
“Berdasarkan Mahkamah Konstitusi Putusan Perkara No. 24/PUU-XXII/2024 telah mengubah Pasal 132 ayat (1) UU PTUN, yang intinya Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak dapat lagi mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan Kasasi Mahkamah Agung,” paparnya.
Dengan demikian kata Nugraha seluruh polemik di kampus Universitas Trisakti telah berakhir. Setiap kegiatan di kampus ini harus berdasarkan pada yayasan yang legal yakni Yayasan Trisakti versi Anak Agung yang berdiri
berdasarkan Akta Yayasan Trisakti No. 22 tanggal 7 September 2005 yang dibuat di hadapan Notaris Sutjipto, S.H. dan tercatat dalam Tambahan Berita Negara RI No. 21 tanggal 6/1/2006. (SWS).
Komentar telah ditutup.